Kamis, 12 November 2020

Aroma Subuh

Kamu tau waktu yang terus melangkah. Kini dia mulai berlari. Entah secepat apa. Yang jelas aku merasakannya begitu singkat. Seperti sekejap. Dulu aku yang belia, Sekarang aku telah dewasa.


Andai saja aku bisa berbicara dengan waktu. Aku akan katakan, bisakah kamu istirahat sejenak. Hanya untuk sekedar merenggangkan otot-otot mu yang kaku. Atau sekedar mengaduk kopi yang masih panas di pagi hari. Biarkan matamu sejenak melukis kesenangan nya sendiri. Namun, aku yakin itu tak akan membuatmu bergeming. Dan aku tau, kamu akan terus melakukan tugasmu dengan tegas.


Waktu, bolehkah aku bernegosiasi denganmu. Aku tak minta banyak hal darimu. Hanya sedikit harapan yang sulit aku jalankan. Aku memang telah menyia-nyiakan mu selama ini. Tapi ada satu momen yang ingin kau hentikan tugasmu. Biarkan aku menikmati aroma subuh ku. Biarkan aku dengan khusuk berbincang pada semesta tentang dosa-dosaku dimasa silam. Aku tak ingin engkau mengusik. Karena aroma subuh amat sangat lah tenang bagiku.


Aku paham, kau tak bisa di negosiasikan. Berkali-kali aku meminta. Hasilnya hanyalah hampa. Kau akan tetap bersikap tegas berjalan dalam tugasnya. Meski aku mencobanya berkali-kali. Aku akan terus gagal. Untuk selalu ingin membunuh waktu.


Rabu, 17 Juni 2020

Jika Pandemi Ini Berakhir

Jika pandemi ini berakhir, kemana kaki kita kembali akan berlabuh ?

Mungkin menikmati lagi dingin nya kabut yang menghujam tulang. menggunakan kembali sleeping bag. Dan mengunci rapat-rapat resleting tenda agar babi hutan tidak sembarang mengambil barang milik kita.

Atau Ingin berlari-lari kecil melewati gemericik ombak di pantai. Membuat jejak kaki di pasir putihnya yang tak berguna itu. Karena ombak dengan mudahnya menghapus jejak langkahnya.

Atau kita ingin flashback tentang sejarah para leluhur. Bagaimana candi-candi bisa terbentuk dengan begitu rapi dan mempesona. Menonton aksi-aksi pewayangan hingga terkantuk. Juga tentang bangunan museum-museum sejarah yang menambah wawasan di masa silam.

Apapun itu, kita mesti merunduk dan bermunajat. Agar semua pandemi ini segera berakhir. Bukan karena kita ingin kembali merasakan hal-hal yang tadi kita bahas. Tapi, untuk memohon ampun pada semesta, karena kita telah lupa bersyukur pernah merasakan hal itu, kemarin.

Selasa, 24 Maret 2020

Kotaku Sedang Sakit


Kotaku terlelap. Biarkan dia tertidur pulas. Hujannya kali ini beraroma luka. Jangan biarkan dia terjaga. Karena esok kotaku masih dikarantina.

Bunga hujan itu bergumam, " Kotamu sedang sakit ". Bahkan, senja nya saja mencekam. Aroma antiseptik menjalar ke seluruh sudut kota. Membuatku mabuk.

Bunga hujan juga memberi kabar, di musim ini orang-orang takut apa yang dibagikan hujan. Mereka memilih bersembunyi dibalik masker. Di tempat yang sunyi. Mengasingkan diri. Kini, Berbicara dengan dinding pembatas adalah solusi ketenangan.

Kotaku tak lagi indah. Mimpi-mimpi di depan sana samar. Hanya sisa-sisa nafas yang tersendak. Semoga hanya sementara. Karena wabah, merenggut sebagian sehatnya.

Indonesia, 24 Maret 2020