Senin, 30 Oktober 2017

Penenang Dalam Rindu

Akhir-akhir ini, entah kenapa aku hanya ingin menuliskan tentang sepi, tentang pengharapan maupun rindu. Semua tulisan yang aku tuangkan dalam blog ini hanya untuk kamu. Sebuah obyek yang sedang asik aku cermati. Sedang asik aku gundah gulanakan. Aku masih ingin bermain dengan kata-kata. Berdawai dalam alunan puisi dan prosa. Dan memeluk hening bayangmu dalam rindu.

Sekarang aku tak tertarik menulis hal lain lagi. Meski aku masih ingin menuliskan biografi perjalanan-perjalanan panjangku bersama para sahabat. Menemukan tempat-tempat yang indah. Berdecak kagum pada alam. Dari kesemua itu aku ingin sekali mengabadikannya lewat tulisan yang hangat dan dalam bahasa yang santai. Namun ada saja yang menghalangi. Karena otakku tersumbat pemikiran yang sedari dulu menjadi problema hidupku. Tentang kamu. Tentang seseorang yang selama ini menjadi sumber inspirasi tulisan ini.

Sesungguhnya aku juga masih ingin menuliskan banyak humor yang menarik. Yang membuat orang lain ingin selalu tersenyum. Ingin selalu tertawa terpingkal-pingkal dengan jokes yang akan aku tulis. Namun sulit bagiku untuk merealisasikannya. Bahkan untuk sekedar menghadirkan tawa bagi pembaca itu sulit. Karena saat ini aku hanya berfokus pada satu hal. Membuatmu terus tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak bersamaku.

Kamu memang merusak semua momen ku. Merusak jalan pikiranku. Merusak semua rancangan-rancangan yang ingin aku tuangkan. Meski tak aku pungkiri, kamu adalah sumber keresahan yang tak berkesudahan dipikiranku. Keresahan yang sama. Yang masih saja melibatkan kamu sebagai objek pengharapan. Juga penenang dalam rindu.

Kamis, 28 September 2017

Cintai Aku Sesederhana Mungkin

Ketika kamu hadir, Entah kenapa aku sebahagia ini. Kamu tahu istilah menyeruput kopi hangat dipagi hari dan ditemani roti yang sesekali aku lahap habis untuk sarapanku. Sesederhana itu pula aku menamaimu. Sesederhana lelucon-lelucon kecil yang sering kita bicarakan. Kamu merubah cara pikirku. Yang sesekali terlintas dan enggan untuk beranjak. Yang sesekali hadir untuk mengusik. Untuk sekedar mengingatmu.

Aku sering berfikir tentang kita. Tentang bagaimana kita bisa menyatukan dua hati yang berbeda. Tentang bagaimana aku menjaga tatapan tanpa ada jeda. Terus timbul sebuah pertanyaan. Apa kita bisa bersama. Apa kita bisa melewatinya. Dan dua hal yang terfikir dariku. Pertama, Aku tak pernah yakin bisa. Aku yang tak sempurna mendapatkan kamu yang terlanjur istimewa. Seistimewa surga yang didambakannya. Dan yang kedua, Bagiku ini adalah sebuah petualangan panjang yang berujung di kamu dan aku nyatakan aku telah siap menerima. Dua hal yang sungguh bertolak belakang.

Pertemuan kita memang belum panjang. Belum bisa dikatakan sebuah kenangan. Namun aku telah jatuh cinta. Dengan seseorang yang belum pernah aku tahu asal usulnya. Biarkan rasa ini tumbuh dengan liar. Biarkan menjalar. Setelah itu, kita mulai paham artinya merindu. Kita mulai disesaki perasaan ingin bertemu. Dan mengenang pertemuan pertama kita yang sesungguhnya biasa saja. Pertemuan yang tak pernah direncanakan sebelumnya. hingga menjadi sebuah kenangan yang sesekali mencuat di ingatan.

Aku tak pernah berharap apapun darimu. Dan aku tak akan merubah apapun dari kehidupanmu. Biarkan kamu menjadi sebagaimana mestinya. Jadilah dirimu sendiri. Karena aku tak akan menuntut apapun darimu. Aku hanya punya satu keinginan. Cintai aku sesederhana mungkin. Sesederhana kopi dipagi hari. Yang hadirnya selalu menghangatkan disetiap awal hari-hariku.

Senin, 21 Agustus 2017

Sendiri Itu Keresahan

Sendiri itu resah. Sendiri itu gundah. Kesendirian ini pula yang sekarang menghantui. Mungkin posisiku saat ini adalah sesuatu yang nyaman. Tak akan ada orang yang mengganggu. Tak satupun orang melarang aku untuk melakukan apapun. Aku bisa sesuka hati datang dan pergi kemanapun, dengan siapapun. Karena bagiku sendiri adalah kebebasan. Kemerdekaan menjalani segala hal.

Namun tetap saja, sendiri itu hampa. Siapa yang perduli soal perasaan ini. Siapa yang perduli soal kesedihan yang aku alami. Apa hampa bisa mengobati semuanya. Atau mungkin kemerdekaan yang telah aku pekikkan lantang-lantang bisa memuaskan seluruh jiwa. Percuma. Nyatanya setelah itu aku kembali hampa. Kembali pada keresahan-keresahan yang tak ada batasnya.

Kamu dimana? 
Kamu sedang apa?
Apa kamu tega melihat kepedihanku sekarang ini?
Atau mungkin sedang bersuka ria?

Aku lelah dengan semua ini. Aku nyatakan aku terlalu lelah dengan kesendirian. Meski aku tak ingin berkomitmen seperti kemarin lagi. Ya, aku tak ingin berkomitmen hanya untuk kesenangan. Bagiku tak ada gunanya. Hanya membuang-buang waktu saja. Aku ingin hubungan yang serius. Aku ingin hubungan yang didasari dengan kehalalan. Hubungan yang dilandasi dengan janji seumur hidup.

Aku sudah tidak muda lagi. Bukan waktuku sekarang untuk bermain-main. Bukan masaku petantang-petenteng kayak anak muda masa kini. Aku sadar, meski aku masih menunggu kamu kembali. Menunggumu menjalani sisa hidup kita kedepan. Aku ingin menjalaninya dengan kamu. Dengan kehalalan yang telah kita ucapkan. Sampai nanti, sampai salah satu dari kita mati. Meski aku harus sadar bahwa saat ini aku belum terbangun dari kehidupanku sendiri.

Kamis, 13 Juli 2017

Adalah Kamu

Tak ada lagi yang ingin aku tulis. Tak ada lagi yang ingin aku bicarakan. Aku menyerah. Nyatanya aku telah kalah. Faktanya kamu telah pergi. Telah memilih hati yang lain untuk kamu singgahi.

Kamu, sering kali terlintas diotakku. Kamu, yang senyumnya menyelimuti semangatku. Entah berapa lama lagi aku menunggu hingga aku malas berkata-kata. Aku bukan batu yang bisa bertahan sepanjang waktu. Aku butuh kamu, namun aku tak berharap kamu membelah hati. Menduakan perasaanmu.

Kemarin cinta ini menggebu. Karenamu, aku rela menanti pagi. Menanti hari-hari yang menjenuhkan. Hanya untuk berharap sejenak kamu memalingkan wajah. Menghadirkan senyum. Meski setelah itu kamu berlalu. Kembali bersama seseorang yang kini berada di sebelahmu. Sesaat itu pula hatiku lebam berserakan bersama senyummu.

Kamu, hal yang ingin aku perjuangkan. Tapi, kamu juga yang membuatku ingin menyerah. Dia amat mencintaimu. Dia amat erat menggenggammu. Dia amat beruntung meski aku masih menganggapnya curang. Karena aku terlambat hadir. Sekarang, meski aku telah menyerah, aku masih menyelipkan doa yang pernah kita bicarakan bersama. Adalah kamu sebagai topik pembicaraanku pada Tuhan untuk seseorang yang selalu aku harapkan.

Selasa, 02 Mei 2017

Aku Hanya Terlambat Hadir

 
Kamu tahu artinya sebuah kecurangan. Yaitu menempatkan suatu hal yang tak adil. Yang tak disama ratakan dengan yang lain. Seperti halnya aku dan dia. Entah apa aku yang terlalu berprasangka buruk ataukah memang dia yang begitu amat beruntung. Aku memang baru mengenalmu. Baru saja aku ingin menikmati setiap detik tatapanmu. Namun dia sudah hadir menantimu diujung jalan. Seperti ingin menyekatmu. Mungkin aku adalah ancaman yang serius untuknya. Untuk sama-sama bisa melabuhkan hatimu.
 
Kemarin, saat aku menemui kamu disebuah resto. Aku teramat bersemangat. Aku tergesa-gesa hanya ingin mendengarmu bercerita. Aku bahkan menunggu untuk waktu yang lebih lama. Tak ada kesal ataupun amarah walau aku telah mendengar kabar bahwa kau akan terlambat hadir. Tak perduli meski aku hasrus menunggu berabad-abad asal aku bisa melihat senyum manis kamu. Kamu ceritakan semua keluh kesahmu. Sebagian hal yang tak kamu suka. Sedangkan aku mulai asik menggemari kelugasanmu berbicara. Karena bagiku pertemuan pertama ini menyajikan perasaan kebahagiaan. Bahagia saat melihatmu benar-benar tertawa.
 
Jika kamu telah menautkan hati dengan seseorang yang lain disana kenapa kau terima tawaran untuk bertemu denganku. Kenapa tidak kau tolak saja mentah-mentah tawaran itu. Agar aku tak menanggung perasaan yang terlanjur hadir dihati. Jujur aku sudah mencintai kamu. Merindukan gelak tawamu. Namun kali ini berubah kecewa. Nyatanya, kini kau telah benar-benar berlabuh dihatinya. Kamu memilihnya. Kamu mempercayainya. Aku memang telah mengakui kalah meski nyatanya aku memang terlambat hadir. Aku akan menerimanya meski aku katakan dia teramat curang karena mendahului start dariku.
 
Tapi aku akan belajar untuk menerima. Aku akan selalu ada didekatmu. Selalu ingin meledekmu dengan chat-chat kecil. Juga mendoakanmu dengan dia. Begitu naif bukan!!! Mungkin ini caraku menyayangimu dari jauh. Meski sakit, aku akan melakukannya khusus untukmu. Meski aku ingin mengatakan suatu hal padamu, Bahwa yang baik bukan terlihat selalu didepan mata. Terkadang, yang baik itu adalah seseorang yang sedang sembunyi-sembunyi memperhatikanmu sembari melantunkan doa-doa panjang khusus untukmu. Aku tak bermaksud untuk membela diri, hanya saja jika kamu terluka, masih ada aku yang setia menopang mu dari belakang.

Rabu, 12 April 2017

Aku Bisa Saja Menjadi Siapapun Hanya Untuk Menenangkanmu


Mungkin upaya yang aku lakukan tak pernah terlihat olehmu. Meski aku sudah melakukannya sebaik mungkin. Menjadi peran yang kau inginkan. Memakai wujud pribadi yang kau idamkan.Tetap saja tak ada aku dimatamu. Tak terbesit sedikitpun di hatimu. Bagiku tak mengapa, Hanya saja aku lelah menjadi seseorang yang bukan diriku. Merubah sifat yang bertentangan dengan perasaanku. Buatku, aku bisa saja menjadi siapapun. Menjadi apapun. Bahkan menyebunyikan wajahku dengan topeng yang baik. Hanya untuk sekedar menenangkan kamu sejenak dari luka.

Setidaknya aku mengupayakan apapun demi kamu. Demi memposisikanku tepat disisimu. Aku ingnin menjadi tempat berteduhmu dari teriknya matahari. Menjadi payung dari lebatnya hujan yang membasahimu. Aku relakan itu untukmu. Terkadang aku mengorbankan mimpi yang telah lama aku jaga hancur begitu saja saat aku mengenalmu. Bahkan aku juga rela bertaruh untuk menemanimu lebih dulu dibanding dengan teman-temanku. Seakan-akan kamu adalah prioritas utamaku. Meski aku paham, semua tak pernah ada artinya dimatamu.

Cinta memang membuatku gila. Aku rela mengejarnya meski harus merasakan patah berulang kali. Meski harus menderita sesakit ini. Begitu pula terhadapmu. Aku tak ingin menyalahkan kamu. Namun patah hati ini jelas terjadi saat ada kamu. Aku hanya ingin kamu paham. Andai aku boleh menyombongkan diri. Silahkan saja kau adu dengannya. Silahkan saja kau tes seberapa ingin aku memilikimu. Aku akan pastikan, akulah orang yang paling mengerti apa mau kamu. Namun aku tak sebodoh itu. Aku akan membiarkan hatimu yang memilih. Meski sekali lagi pilihanmu membuat aku luka dan patah.

Kali ini, aku hanya tak ingin terburu-buru. Aku akan coba untuk ikhlas meski sulit. Dan prinsipku adalah aku tak akan mengusik sedikitpun hubunganmu dengannya. Semoga pikiranku salah tentangnya yang hanya ingin bermain-main denganmu. Karena saat ini aku hanya bisa beharap kamu bahagia bersamanya. Dan satu hal lagi, Jika dia memang benar-benar akan menyakitimu. Akulah orang pertama yang akan menghajarnya. Akulah juga orang pertama yang akan berdiri dihadapanmu. Menghapus air matamu. menghapus semua lukamu. Namun setelah itu, cari lah lelaki yang baik untukmu. Yang bisa mengerti kamu. Karena aku paham, upayaku menenangkan hatimu, tak akan pernah ada artinya dimatamu.

Selasa, 28 Maret 2017

Kembali Patah

Sebenarnya aku ingin belajar menerima kekalahan. Dari sebuah pengharapan yang tak pernah bisa aku dapatkan. Sesungguhnya aku mulai mencinta. Sudah tumbuh beberapa benih rasa sayang yang aku atur rapih di hati. Meski sekali lagi aku kalah. Sekali lagi aku merasakan patah.

Hingga kamu meninggalkan aku perlahan. Seperti yang sudah-sudah. Sampai kamu menghilang tanpa jejak. Seperti perempuan-perempuan sempurna sebelumnya. Hal yang berulang kali terjadi. Buatku sudah biasa. Hanya saja hati selalu sulit menerima. Karena rasa yang mulai tumbuh, dengan mudah kau tumbangkan seketika.

Aku bukan manusia yang baik. Jauh dari kata sempurna. Bahkan tak terbesit sedikitpun dihatimu. Aku hanya ingin berusaha membuatmu nyaman disini. Membuatmu merasa terlindungi dari segala luka. Masa bodo dengan perasaanku. Hingga kini kurasakan lagi patah hatiku.

Kini  kamu telah memilihnya. Kini tak ada lagi sisa yang harus aku perjuangkan. Bukan aku ingin menyerah. Bukan pula ingin mengalah. Hanya saja aku tak ingin terluka terlalu parah. untuk sekedar mengistirahatkan hati yang sedang patah. Dari ribuan doa yang belum juga bisa membuat hatimu jatuh cinta.

Kepadaku.

Selasa, 07 Maret 2017

Ceritakan Kepadaku Apa Yang Kamu Suka

Ceritakan kepadaku apa yang kamu suka. Apa yang membuatmu bahagia. Semua yang ada di angan-angan. Yang sering kamu impikan. Yang ingin sekali kamu perjuangkan untuk diraih. Aku hanya ingin tahu. Sebab jika aku bisa membantumu untuk mendapatkannya, setidaknya aku bisa mendapatkan sedikit hatimu untuk aku miliki.

Aku menyukai matamu. Saat aku melihatnya, aku telah tergoda pada binarnya. Pada sorotnya yang tajam. membuatmu terlihat lebih mempesona. Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Dari mata hingga menumbuhkan rasa. Aku suka lirikan itu. Yang membuatku rindu setengah mati.

Aku juga juga senyum kamu. Senyum yang ramah. Senyum yang menyejukkan suasana. Yang meluluhkan hati siapa saja yang melihatnya. Aku suka saat melihatmu berbicara. Kamu begitu antusias pada lawan bicaramu. Begitulah caramu menghargai orang lain. Dalam keadaan kalut sekalipun. Tak pernah sedikitpun kamu mengurangi kadar senyum itu. Senyum yang ramah. Senyum yang menyejukkan suasana. Sekali lagi yang membuatku rindu setengah mati.

Kali ini bicaralah kepadaku. Apa keinginan kamu. Aku janji, aku akan menemanimu selama mungkin. Karena tujuanku cuma kamu. Semoga hidupku adalah hatimu. Aku tak bisa lagi berbohong untuk tidak mencintaimu. Entah kenapa hati ini telah jatuh dimatamu. Juga ingatan ini yang tak pernah bisa padamkan senyummu. Jika suatu waktu cinta tak berpihak kepadaku, entah apa jadinya. Yang jelas hatiku akan patah. Hidupku tak lagi berselera. Dan malamku tak lagi berbintang. Sebelum semua itu terjadi ceritakanlah semua kesukaanmu itu kepadaku. Agar aku bisa merebut mata dan senyum itu untuk sekedar ku bawakan mimpi-mimpi yang sempat hilang untukmu.

Jumat, 03 Maret 2017

Aku Juga Menunggu Kamu Tanpa Kepastian

Apa yang paling kamu pikirkan dari menunggu. Dari sebuah penantian panjang yang kerap mengganggu. Padahal jelas-jelas ada aku yang ingin sekali bersamamu. Menunggu itu menjemukan. Membuatmu terombang ambing tanpa kepastian. Sesekali kamu jenuh. Sesekali kamu meresapi pedihnya. Karena kamu hanya bisa terpagu pada waktu. Pada sebuah kepastian yang tak kunjung hadir.

Aku masih berdiri disini. Masih tepat berada di belakangmu. Jika kamu merasa bosan, palingkanlah wajahmu. Ada aku yang ingin setia menemanimu. Melupakan kejenuhanmu. Dan membuatmu kembali tersenyum. Just simple, tapi aku paham ini bukan solusi. Aku mengerti, jika nanti kamu kembali dalam kesendirian, kau akan dapatkan kembali kejenuhan yang kamu dera.

Bukannya aku tak suka dengan caramu menunggu dia. Meski kamu begitu amat mencintainya. Aku hanya tak bisa melihatmu terus bersedih. Menanti yang belum tentu pasti. Aku paham ini perkara hati. Kau amat mencintainya dan aku hanyalah seseorang yang ada disaat kau butuh dihibur. Namun tak mengapa, aku masih menikmati posisiku ini. masih ingin disini meski hanya sebagai seorang penghibur.

Aku tak ingin membuatmu kecewa meski aku ingin mengatakan bahwa kamu terlalu bodoh untuk melakukan ini. Selama ini kamu menderita. Selama ini kamu menanggung rindu yang tak kunjung hadir. Berulang kali hatimu patah. Berulang kali kecewamu tumpang tindih. Dan kamu masih saja memilih untuk setia pada penantian. Itulah kenapa alasannya aku mengatakan kamu terlalu bodoh. Aku sangat paham sekali dengan suasana ini. Karena aku juga telah merasakannya. Aku membodohi diriku sendiri untuk menunggu dan menanti kamu tanpa kepastian.

Senin, 27 Februari 2017

Merelakan

Merelakan. Kata yang paling sulit untuk aku pahami. Sukar untuk diterima. Begitu sulit untuk dijalankan. Pada kenyataannya merelakan identik dengan kesedihan. Berteman dengan lara. Seandainya saja bisa memilih, aku tak ingin ada kata merelakan dalam hidup. Namun kenyataannya hal ini pasti terjadi. Hanya kita yang harus bisa berbesar hati menerima keadaan ini.

Seperti aku saat ini. Seperti aku kemarin. Merelakan kamu adalah hal yang tak ingin aku capai. Merelakan kamu juga bukan salah satu tujuan hidupku. Seperti melepaskan apa yang sudah diimpikan. Kamu yang terus ada diotakku. Berputar-putar mengelilinginya. Membuatku mabuk. Hingga aku terlalu dalam memaknai semua.

Aku mencintaimu, namun aku harus merelakan kamu. Merelakan seseorang yang selama ini bersandar dihati. Yang wajahnya menghatui mimpi. Entah kenapa aku mesti merelakan kamu. Bisa saja aku berjuang lebih keras lagi untuk memilikimu. Menjadikan kamu sebagai masa depanku. Melabuhkanmu pada satu hati yang terus merindu. Karena sesungguhnya aku benci terlalu merelakan. Karena aku tak mungkin menyerah disaat pertandingan masih berjalan.

Tapi tidak, meski aku tak ingin menyerah. Nyatanya aku memang harus merelakanmu. Aku tak ingin memaksamu mencintaiku. Aku tak berhak ikut campur tentang hatimu. Biarkan kamu memilih siapapun yang kau suka. Karena itu aku harus merelakan kamu. Biar aku saja yang merasakannya. Biar aku saja yang menderita karena merelakan. Meskipun kamu masih dalam pengharapan dalam penantianmu. Jangan pernah sekalipun kamu merelakan dia pergi dengan yang lain. Seperti aku yang telah sakit merelakan kamu dengannya.

Minggu, 22 Januari 2017

Aku Ingin Belajar Tentang Cara Membahagiakan Kamu

Mengerti, namun sulit untuk menerima. Paham, namun hati terus menolak. Berkali-kali ingin pergi. Ingin lepas ingatan saja. Tapi semakin aku mencoba, semakin kamu menguat dipikiran. Semakin aku mengingatnya.

Terkadang keresahan-keresahan ini terus mengganggu. Terus menghatui h
disela-sela hidupku. Mungkin menghindar adalah tujuan yang paling utama bagiku sekarang. Namun jalan yang aku tempuh masih saja selalu berlabuh di hidupmu. Bermuara ke hati yang dulu ingin ku taklukan. Hati yang kini mungkin sudah mempunyai sandaran yang lain. Seseorang yang lebih sempurna.

Bukan bermaksud ingin mengingatmu kembali. Bukan pula mengulang memori yang tak ingin kau buka. Karena memang kenyataannya aku masih menghadirkan kamu disini. Masih ingin banyak bercengkrama denganmu. Masih ingin beebagi cerita tentang hari-hari yang kita jalani. Maaf aku terlalu lancang untuk itu. Jika kamu ingin mencaci-maki, Lakukanlah sesuka hati. Agar kamu puas. Agar kamu merasa menang dengan semua ini.

Kali ini aku ingin bersikap bodoh. Karena aku ingin meminta kamu kembali. Meminta sebagian kehidupan kamu untuk kita nikmati bersama. Karena aku telah begitu lelah mencintaimu. Karena aku telah merasakan hati yang terciderai atas ribuan penolakan darimu. Aku memang tak bisa menjanjikan apapun. Namun, jika saja kamu mau mengarungi hidupmu denganku. Aku akan sangat bersedia untuk belajar, tentang cara bagaimana membahagiakan kamu.