Sudah
satu setengah tahun dia meninggalkanku. Aku menggenggam sepi atas rinduku
padanya. Sesungguhnya diriku menolak untuk berpacaran jarak jauh. Tapi beasiswa
itu yang memisahkanku padanya. Rendra memutuskan untuk mengambil kesempatan
yang terbilang langka itu. Kesempatan untuk melanjutkan studi S2 nya di
Universitas negeri di Yogyakarta.
Sebenarnya
ini bukan kesalahannya. Semua karena cita-citanya, sampai harus meninggalkanku
setelah enam bulan kita berpacaran. Kini hampir dua tahun kami jadian. Namun
sudah lima
bulan terakhir Rendra tak pernah mengabariku. Bahkan yang biasanya dia
mengingatkanku untuk jangan tidur hingga larut malam. Kini tak ada lagi sms
itu. Berkali-kali ku hubunginya, hanya untuk mengingatkannya kalau besok adalah
hari anniversary kami yang kedua, yang juga bertepatan dengan hari ulang
tahunku yang ke-22. Tapi tak juga Rendra membalas smsku.
"Aku
ingat waktu pertama kali Rendra nembak aku." sambil tersenyum sipu aku
melamunkan hal itu. Ketika itu Rendra membawa aku ketaman kota dengan ketujuh belas anak didiknya yang
masing-masing ditangannya menggenggam balon gasnya yang bertuliskan huruf-huruf
disetiap balonnya. Mereka mensejajarkan dirinya dengan susunan huruf
dibalon-balon mereka hingga membentuk sebuah kalimat yang terindah dalam
hidupku.
"RISYA
AKU SAYANG KAMU." itulah kata-kata yang selalu kuingat di otakku. Rendra
pun menegaskannya.
"Maukah
kamu jadi pacarku!?" sebuah pertanyaan yang tak mungkin aku menolaknya
saat itu. Akupun mengiyakannya.
Tapi
kini Rendra menghilang bagai ditelan bumi. Dimanakah kau sekarang Ren? Aku
cemas, aku rindu, jiwaku tercabik. Rinduku rindu setengah mati. Seperti yang
dinyanyikan oleh D'Masiv. Apa yang kau lakukan disana sampai-sampai kau tak
pernah mengabariku? Apa kau telah menemukan tambatan hati yang lain? Dengan
segera ku sangkal pertanyaan itu. Rendra telah berjanji padaku akan selalu
mencintaiku.
Hari
ulang tahunku pun tiba. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia dalam hidupku.
Justru kado pahit yang aku terima. Tentang Rendra, tentang seorang laki-laki yang
telah mengucapkan cintanya dua tahun yang lalu tepat pada hari ulang tahunku.
Sesungguhnya aku hanya inginkan kejadian dua tahun itu singgah padaku hari ini.
Namun Rendra telah menghilang. Aku bersedih, menangis hanya mengharapmu kembali
dihadapku.
"Selamat
ulang tahun, sayang!" mama mengucapkannya padaku.
"Makasih
mah." ku balas ucapannya. Setelah itu aku dan mamapun berdoa tentang
harapan dalam hidupku. Tak berselang lama, mama bertanya padaku. Pertanyaan
yang canggung ku jawab, yang sulit untuk dibahas. Yang membuatku tertekan
memikirkannya.
"Kamukan
sudah besar, umur kamu semakin bertambah. Kapan kamu mau cari jodoh, kamu sudah
harus memikirkan untuk menikah?" tanya mama padaku. Jelas saja mama tak
tahu kalau aku sedang menjalin hubungan dengan Rendra. Dua tahunku berpacaran
dengan Rendra, tak sekalipun aku mengenalkannya pada mama. Rendra selalu
menolak jika aku ingin mengenalkannya pada mama. Alasannya sih simpel, dia
belum siap. Terlebih dengan kepergiannya ke yogyakarta. Tak ada waktu lagi
untuk aku bisa mengenalkannya pada mama.
"Aku
masih ingin kuliah, ma!" tepisku pada mama.
"Iya
tapi mau sampai kapan?" mama mendesakku dan melanjutkan
pembicaraannya." Mama mau kenalkan kamu dengan anak teman mama" oh
damp... Mama mau menjodohkanku. Kagetku bukan main.
"Enggak
ah ma, aku ingin cari jodohku sendiri." sekali lagi tepisku pada mama.
"Tapi
ini beda..!!" mama kembali merayuku.
"Beda
bagaimana maksud mama?" tanyaku.
"Kamu
kenal kok orangnya, dia Yoga, kak Yoga teman main kamu masih kecil dulu, masih
kenalkan?" apakah benar ini. Kak Yoga. Masih jelas kuingat ketika aku
kelas satu SD. Kak Yoga empat tahun lebih tua dariku. Dia begitu baik padaku.
Tak jarang dia selalu menolongku saat aku dalam kesusahan. Dan yang paling aku
ingat ketika hari ulang tahunku yang ke-7 dia berkata padaku, kalau dia akan
selalu menjagaku. Tapi janji itu ternyata palsu. Dan sekarang dia kembali hanya
untuk meletakkan janji itu diatas kepalsuannya.
"Bulshit."
pikirku.
"Iya
ma, tapi aku gak mau kalau dijodohkan seperti ini. Inikan bukan dijaman Siti
Nurbaya lagi." aku menyangkal perkataan mama.
"Siapa
yang mau menjodohkan kamu, mama cuma mau ngenalin kamu dengan kak Yoga kecil
kamu dulu" mama mempertegas perkataannya.
"Oh...Iya
ma, terserah mama saja..!" akhirnya aku mengalah dan mama pun mengundang
kak Yoga dengan keluarganya kerumah nanti malam. Aku tak bisa menolaknya. Hanya
saja aku memegang janji mama yang hanya memperkenalkan aku dengan kak Yoga
kecilku itu.
"Kriiing....!!"
handphone ku berbunyi. Dengan segera aku mengangkatnya.
"Halo...
Siapa ini?".
"Benar
ini Risya...?" dia menjawabku. Suaranya tak asing buatku. Sepertinya aku
mengenal suara itu.
"Iya
saya sendiri, maaf ini siapa ya?".
"Ini
aku Ris, Rendra. Pacar kamu." benar dugaanku suara yang tak asing lagi
buatku. Suara Rendra.
"Rendra,
kamu kemana aja? Gak pernah ngabarin aku lagi. Aku kangen sama kamu. Apa kamu
udah gak sayang lagi sama aku?" seketika itu juga aku menjawabnya dengan
mataku yang mulai mengkristal. Rinduku terobati sedikit.
"Maafkan
aku Ris, kalau aku gak pernah ngabarin kamu selama ini. Kamu apa kabar?"
jawab Rendra dengan nada rendahnya.
"Aku
baik Ren, kamu gimana?" sahut balikku.
"Aku
juga baik Ris. Sekarang aku ada diJakarta."
"Kapan
kamu balik Ren?"
"Seminggu
yang lalu Ris."
"Kenapa
sih kamu gak ngabarin aku kalau kamu lagi diJakarta. Kamu gak tahu apa perasaan
aku kayak gimana. Sakit tahu gak..!" dengan kesal aku menjawabnya.
"Sekali
lagi aku mohon maaf Ris. Panjang ceritanya. Kita ketemuan ya ditaman kota jam 5 sore. Nanti aku
ceritakan semua."
"Ok
Ren, nanti aku datang." jawabku.
"Ya
sudah Ris, sampai ketemu nanti yah, love you..."
"Love
you too..." Rendrapun menutup teleponnya. Senang ku bukan main. Hampir
enam bulan tak ada kabar. Sekarang aku ingin bertemu dengannya.
"Akhirnya
kado terindah itu datang juga..." kado...!!!? Ya Tuhan, aku lupa memberi
tahu dia, hari ini kan
tepat anniversary kami yang kedua. Kenapa aku bisa lupa? Ah mungkin karena
saking senangnya aku hingga aku lupa akan hal itu. Apa aku bikin kejutan
untuknya saja? Ide yang bagus. Semoga Rendra senang akan hal ini.
Jam
4 sore. Aku sudah berada ditaman kota.
Sengaja aku datang lebih awal. Karena aku ingin mempersiapkan kejutan untuknya.
Kejutan yang sederhana, tapi akan selalu mempersatukan cinta kita. Semoga kamu
senang Ren atas kejutan yang aku buat ini.
Sudah
jam 5 lewat 15 menit. Rendra belum juga datang. Kulirik keseluruh penjuru taman
berharap mataku menemukannya. Tapi tak jua ku temukan. Mungkinkah Rendra
berbohong padaku? Aku rindu kamu, Rendra. Tolong...!! datanglah Ren. Hatiku
menangis.
"Risya..."
suara lembut itu. Rendra dimana kamu? Ku lihat lagi ke sekeliling taman. Tak
ada! Mungkin halusinasi ku saja.
"Risya..."
suara itu lagi. Kali ini bukan halusinasi. Itu Rendra, dia datang. Dengan segera
aku berdiri dari tempat dudukku dan langsung memeluknya.
"Rendra,
kamu jahat. Sakit rasanya Ren. Aku gak bisa tanpa kamu. Kamu gak akan ninggalin
aku lagi kan?"
ucapku dengan terisak. Ditambah air mata yang telah membasahi baju dalam
peluknya.
"Iya
Ris, kita duduk dulu ya." bisik Rendra. Dengan tenang dan rasa simpatiknya
dia memapahku.
"Ris... Aku...!".
"Oh
iya, aku ada kejutan buat kamu?" aku memotong pembicaraannya. "Kamu
lihat ya."
"Anak-anak
ayo kesini." ku panggil mereka. Seperti halnya dua tahun yang lalu Rendra
berikan padaku. Kali ini aku yang melakukan hal itu. Dengan kedelapan belas
anak didikku yang masing-masing membawa balon dan mensejajarkan dirinya dengan
balon-balon yang masing-masing mempunyai huruf-huruf dan membentuk suatu
kalimat. "RENDRA AKU RINDU KAMU."
"Gimana
Ren, bagus tidak." tanyaku pada rendra.
"Bagus
Ris, ba... gus... sekali, hal yang pernah aku lakukan dulu, kini kamu
membalasnya." masih dengan suaranya yang berbisik itu rendra menjawabku.
"Tapi... Ris... aku...".
"Oh
iya, mumpung kamu disini, sekarang aku mau kenalin kamu sama mama aku."
sekali lagi aku selak pembicaraannya. "Mama mau mengenalkan aku sama anak
temannya, dia teman kecil aku dulu, sepertinya mama mau menjodohkan aku
dengannya. Tapi aku gak mau, aku gak bisa hidup tanpa kamu. Aku sayang sama
kamu Ren. Aku ingin kamu kerumahku. Supaya mama tahu kalau aku sudah punya pilihan
lain, yaitu kamu." jelasku padanya. Sambil kumanjakan diri dengan
mensandarkan kepalaku ke bahunya.
"Mama
kamu benar Ris, kamu harus taat sama dia." ucap Rendra. Sesaat ku angkat
sandaranku padanya.
"Maksud
kamu apa Ren?" heranku mendengar ucapannya.
"Kita
sudah tidak cocok lagi, aku gak bisa pacaran jarak jauh, aku ingin kita...!!!
Putus..." apa...! penjelasannya mengguncang ragaku. Hatiku tercabik, bagai
sebilah pedang menusuk tepat dijantungku.
"Enggak
Ren enggak...!! Aku gak mau putus sama kamu." jawabku terisak pilu. Air
mataku menetes.
"Salah ku apa? Aku sudah rela berkorban untuk kamu.
Sampai-sampai saat kamu melanjutkan S2 mu ke Jogja. Aku mengizinkannya walaupun
hatiku menolaknya."
"Kamu
gak salah Ris. Aku yang salah. Aku gak bisa pacaran jarak jauh." nada
bicaranya meninggi.
"Gak
mungkin, gak mungkin cuma karena jarak jauh ren, jelasin Ren, kenapa kamu
mutusin aku."
"Oke...oke...asal
kamu tahu, bukan masalah jarak jauh. Tapi karena aku sudah menemukan cinta
sejatiku. Ris, maafkan aku Ris, dan terima kasih karena kamu adalah pacarku
yang terbaik. Jaga diri kamu...!!" setelah berucap Rendrapun
meninggalkanku.
Aku
hanya bisa menangis, bersedih tanpa batas atas lukaku dihati. Rendra adalah
orang terkejam yang pernah aku temui. Kali ini sakit, sakit rasanya hati ini.
Aku patah hati. Cuma menangis yang bisa kulakukan saat ini. Menangis menyesali
dua tahunku berpacaran dengannya. Menangis untuk menerima kado terpahit yang
telah ku terima dari rendra.
Sepulang
aku kerumah. Dengan perasaan yang dalam atas penghianatan Rendra padaku.
Kulihat mereka telah datang. Kak Yoga sekeluarga. Tanpa salam aku tak
menghiraukan mereka semua dan langsung masuk kekamar. Ku hentakkan tubuhku
kekasur. Air mataku terjatuh. Lagi-lagi yang terfikir Rendra.
"Kamu jahat
Ren. Tapi aku sayang kamu." itu sepenggal kisah dihatiku bergulat. Tak
bisa kulepas.
"Kamu
kenapa Ris?" tanya mama padaku Setelah melihatku menangis.
"Gak
apa-apa ma, cuma kelilipan." aku berbohong pada mama.
"Kelilipan...!!"
mama langsung tertawa. "Mana ada kelilipan sampai tersedu seperti itu.
Kamu habis putus sama pacar kamu ya." tanya mama padaku. Kok mama bisa
tahu ya?.
"Kok...
Mama tahu!."
"Mamakan
juga wanita, mama pernah seperti kamu dulu."
"Benar
itu ma?" tanyaku kembali.
"Iya
benar, tapi mama tetap tegar karena mama gak mau dibilang wanita cengeng."
cerita mama padaku.
"Tapi,
rasanya sakit banget. Aku gak bisa setegar mama."
"Sini
sayang." langsung saja aku bersandar di paha mama, dan mamapun
membelai-belai rambutku.
"Rasa sakit itu pasti ada. Semua manusiawi. Tapi
orang yang tegas adalah orang yang mampu menyimpan semua itu walaupun berat."
jelas mama.
"Iya
ma, aku jadi ngerti. Aku akan coba seperti apa yang mama katakana." aku
ingin seperti mama, menjadi orang yang tegar.
"Sekarang
kamu ganti baju ya. Terus kamu temui keluarga kak Yoga. Kamu mau kan?" rayu mama
padaku
"Iya
ma…."
Mereka
sedang asik mengobrol tentang suatu hal. Kulihat mereka dari kejauhan. Tapi ada
yang asing? Kak Yoga tak terlihat. Sepertinya hanya kedua orang tuanya saja.
Lebih bagus seperti itu. Karena aku sedikit canggung kalau ada kak Yoga.
"Om... Tante..." sambil kuciumi satu persatu tangan
mereka. Mereka meresponnya.
"Oh
ini toh risya, sudah besar ya sekarang. Makin cantik lagi jeng. Yoga kalau
melihat kamu naksir nih." kata ibu kak Yoga. Dia terlalu memujiku. Jadi
malu aku.
"Ah
biasa aja jeng..." ibuku menyahutinya.
"Risya
ya, masih kenal sama om gak?" tanya ayah Yoga.
"Masih
dong om." jawabku.
"Yah,
biarpun dulu masih kecil, ingatannya sudah kuat loh. Anak siapa dulu!" dan
merekapun tertawa setelah mendengar percakapan ayah itu. Kami mengobrol,
bercanda dan tertawa tanpa kehadiran kak Yoga disini. Kata mereka kak Yoga akan
menyempatkan mampir. Begitu ucap mereka.
"Jeng-jeng,
kayaknya ada pengamen..!" ibu kak Yoga mendengarkan suara dari luar rumah.
Sepertinya benar. Tapi aneh, kenapa malam-malam seperti ini ada pengamen.
"Iya,
Ris coba kamu lihat deh." mama menyuruhku melihatnya.
"Iya
ma..." aku langsung bergegas melihatnya. Ada yang janggal. Masa malam-malam ada
pengamen. Tapi merdu, suaranya bagus. Lagu ini tak asing lagi buatku. Lagu dari
D'Masiv - rindu setengah mati. Lirik-lirik itu menyentuhku. Aku ingat saat-saat
aku masih merindukan Rendra.
"Aku...
Rindu... Setengah mati kepadamu... Sungguh ku ingin kau tahu... Ku tak bisa...
Hidup tanpamu... Aku rindu..." itu yang saat ini aku dengar.
Aku
buka pintu rumahku. Ku lirik tepat seorang pria muda yang berdiri tepat didepan
rumahku. Dia menangis sambil menyanyikan lagu itu. Kepalanya tertunduk dengan
topi yang menutupi wajahnya. Begitu dihayatinya lagu itu.
"Risya...,
aku rindu sama kamu...!" ucap orang itu sambil membuka topinya. Dan
ternyata..., ternyata dia..., ternyata dia Rendra. Air mataku mengalir. Segera
aku berlari kearahnya dan langsung memeluknya.
"Aku
juga Ren." kata-kataku tercampur dengan tangis.
"Selamat
ulang tahun, Risya..., dan juga hari jadi kita berdua." Rendra
mengucapkannya. Rendra ingat ulang tahunku.
"Ternyata
kau ingat semuanya, aku salah menilaimu Ren." sesalku.
"Sampai
kapanpun aku akan ingat selalu." tegas Rendra.
"Oh
iya Ren, aku mau kenalin kamu sama orang tuaku. Kamu mau kan?" pintaku pada Rendra. Semoga dia
menyetujuinya. Ku lihat dia hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Enggak
usah kamu kenalin juga mama sudah kenal." tiba-tiba dari dalam rumah. Mama
menyahutiku.
"Apa kamu lupa siapa dia." apa maksud mama?.
"Mama ngomong apa, sich? Ada apa ini Ren? Kok semua
cuma senyum sich?" aku bingung, apa yang terjadi?.
"Rendra
itu, kak Yoga kecil kamu dulu." mama menjelaskannya.
"Benarkah ini, Ren?" apa...!
Rendra yang selama ini aku kenal, Rendra yang selama ini jadi pacarku,
adalah... adalah... kak Yoga.
"Iya...,
namaku Rendra, Rendra prayoga. Aku kak Yoga kecil kamu dulu. Kak Yoga yang akan
selalu berjanji untuk menjagamu sampai kapanpun." jelasnya.
"Ini...,
ini adalah kado ulang tahunku yang paling terindah." ucap syukurku.
"Belum semuanya Ris, kamu mau gak aku
jaga dan aku cintai setiap saat?" tanya Rendra.
"Maksudnya?"
aku bingung.
"Risya...,
mau gak jadi istri dari Rendra Prayoga..." Rendra melamarku.
Terpaksa aku jawab IYA.