Senin, 31 Oktober 2016

Jika Aku Seorang Pendaki Gunung

Jika kamu mempertanyakan kepadaku tentang apa hobiku sekarang? Aku akan menjawab bahwa saat ini aku begitu sangat menyukai sebagai pendaki gunung. Aku suka memandangi alam liar disana. Aku suka menapaki perjalanan yang begitu berat. Karena semua itu adalah sebuah tantangan bagiku. Aku juga suka menghirup udara yang mengalir dihamparan bunga-bunga edelweiss. Bunga abadi itu membangkitkan semangatku. Sebagai bayaran kerja kerasku selama diperjalanan. Aku juga suka bernaung dibawah tenda yang kecil namun kokoh. Yang melindungiku dari kabut yang setiap saat siap datang untuk menghujam tubuhku. Aku begitu sangat menyukai suasana tersebut. 

Jika kamu pertanyakan tempat apa yang ingin aku datangi bersamamu? Aku akan mengajakmu kesana. Mendakilah denganku. Aku akan beri tahu pelajaran berharga kepadamu disini. Tentang alam yang liar namun menenangkan. Tentang dingin yang siap menghujammu. Namun tenanglah, ada aku yang selalu tepat didekatmu. Menjagamu hingga kita kembali untuk pulang. Jika kau merasa lelah, biarkan aku yang memakai tas carriermu yang begitu amat membebanimu. Karena bagiku, kamu yang terpenting dari semua perjalanan kita.

Jika kamu tak ingin mendaki bersamaku? Mungkin aku akan bersedih. Mungkin aku tak pernah bisa membayangi betapa romantisnya kita berdua saat memandangi malam yang penuh bintang tanpa sekat. Aku juga tak bisa mengenalkan kepadamu tentang bunga edelweiss. Bunga yang paling cantik sedunia menurutku. Namun tak mengapa bagiku. Kita bisa mengunjungi tempat yang lain. Kita bisa berdiskusi di derunya ombak. Memandang sunset. Dan bersenda gurau dengan pasir putihnya. Atau kita bisa melihat sejarah-sejarah dimasa lampau dari kokohnya bangunan-bangunan prasejarah yang tertinggal di negeri ini. Kita bisa mengulasnya bersama. Yang terpenting bagiku, aku bisa menjalaninya berdua denganmu. Hanya dengan kamu.

Namun, seandainya aku rindu dengan alam liar diatas sana. Beri aku kesempatan untuk menemui rinduku itu. Untuk sekedar melepas penat. Hanya untuk sekedar menyeduh kopi dan meneguknya di depan tenda yang aku dirikan. Melebur bersama pemandangan yang fantastis. Dan mulai menuliskan sajak-sajak sederhana untuk ku abadikan. Akan aku tulis namamu dalam selembar kertas khusus untukmu. Tak mengapa jika aku meng-alaykan diri. Yang terpenting aku tak akan membuang kertas tersebut disana. Akan aku bawa sampai bawah sebagai tanda bukti bahwa aku juga menjaga kelestarian alam. Setelah itu akan aku tunjukkan padamu. Agar kamu cemburu. Agar kamu merasa iri padaku. Karena tujuanku cuma satu. Mengajakmu kesana. Ikutlah denganku mendaki. Karena aku hanya ingin meneguk secangkir kopi hangat bersamamu. Juga memadukan indahnya alam liar dipuncak itu dengan senyum kamu.

Selasa, 18 Oktober 2016

Kamulah Praduga Yang Selalu Aku Harapkan

Mungkin saja ini hanya perasaan sesaat. Perasaan yang acap kali hadir. Tentang sebuah praduga yang belum pasti kebenarannya. Ya, kali ini aku hanya sedang menerka-nerka saja. Jangan kau anggap ini serius. Karena mungkin tebakanku kali ini meleset jauh dari apa yang aku perkirakan.

Aku hanyalah seorang pengira-ngira. Aku hanya terlalu percaya diri. Aku fikir kau mencintaiku. Aku memang terlalu berharap jauh di lubuk hatimu itu. Yang bisa saja kau mainkan berjuta-juta perasaan didalamnya. Tahukah kamu apa harapan terbesarku pada hatimu itu? Aku hanya berharap namaku ada dan melekat erat didalamnya. Tak banyak yang aku harap namun teramat sulit aku raih.

Ah sudahlah, jangan kau pikirkan tentang semua pradugaku terhadapmu. Siapapun yang ada di hatimu kini, pertahankanlah. Kejarlah selagi kau mampu. Setidaknya kau pernah berusaha untuk menaklukannya. Karena akupun sedang melakukan hal yang sama sepertimu. Mencoba menaklukan kamu. Karena sedikit banyak aku hanya ingin kau mengetahui semua usahaku. Semua hal yang ingin aku perbuat terhadapmu.

Jika aku sudah terlalu lancang mengatakan bahwa kau mencintaiku maka maafkanlah. Aku hanya ingin kau melupakan semua perkara ini dan kembali kepada aktifitasmu seperti biasa lagi. Anggap saja aku tak pernah membicarakan hal ini terhadapmu. Dan biarkan aku kembali menemanimu sebagai seorang teman layaknya seperti kemarin.

Namun jika ternyata dugaanku benar. Tolong jangan pernah kau bohongi hatimu. Biarkan hati kita berdamai dari praduga. Biarkan aku mengetahui semua perasaanmu itu. Agar kita sama-sama tau. Agar kita sama-sama paham bahwa kita telah saling mencinta. Karena menurutku, terasa amat begitu sakit jika saat sedang mencintai sendiri. Tanpa kamu yang sesungguhnya telah mencintaiku namun berdiam diri. Lalu pergi bersama luka kecil yang masih tersimpan di dalam hatimu.