Selasa, 25 November 2014

Ketika Kami di Tuntut Menjadi Fans Sejati

Rasa-rasanya mood kami saat ini sedang berada di dasar titik terendah. Sama seperti halnya sebuah tim yang selama bertahun tahun kami impikan kejayaannya. Selama itu pula kami dukung dengan sekuat upaya untuk membela mati-matian membanggakannya. Sebuah tim yang selalu kita perbincangkan dari setiap up to date berulang-ulang kali tanpa pernah kita bosan mengulasnya. Ya siapa lagi kalau bukan Parma Fc.


Klub yang selalu kita bahas itu sedang mengalami satu performa terburuknya dimusim ini. Bagaimana tidak kesal, melihat performanya saat ini, sungguh sangat jauh dari yang selalu kita harapkan. Rasanya, hanya selimut kekecewaan yang selalu dan selalu kami selimuti dalam hati. Berharap ada perubahan, walau tak signifikan, setidaknya bisa sedikit lebih baik dari saat ini adalah harapan kami dari semua fans yang masih setia ini.

Berawal dari musim lalu, ketika Parma Fc mampu mengakhiri musim berada diposisi nyaman. Berakhir di pringkat 6 klasemen akhir, Parma Fc sudah mengantongi jatah piala Europa. Jelas hal itu buat kami bangga. Namun karena sang management terlibat dalam kasus masalah pajak, membuat Parma Fc harus mengubur dalam-dalam untuk mencicipi lagi rasanya atmosfer liga kasta dua eropa itu. Jerih payah musim lalu hanya sia-sia belaka. Kami pun jelas kecewa.

Setelah hal itu. Kualitas menurun, bapak presiden ghirardi pun mundur dari jabatannya. Membuat tim hampir kolep. Opsi lain, menjual pemain yang notabene nya adalah skuad utama musim lalu. Imbasnya tim hanya mengusung pemain yang apa adanya. Yang tak terlalu diperhitungkan jam terbangnya. Walhasil, hanya karena dari materi pemain yang kurang, kekalahan beruntun pun terjadi. Dan kekalahan 7-0 dengan juventus adalah hal yang paling sangat memalukan. Kami merasakan kekecewaannya.

Angin segar sempat menghampiri tim. Tersiar kabar, seorang raja minyak dari Albania berniat ingin memiliki Parma Fc dengan membelinya. Namun sekali lagi tentang masalah pajak dan juga tiga bulan gaji pemain yang belum terbayar. Sehingga harus menggagalkan rencana si raja minyak itu untuk memilliki tim ini.

Mungkin semua fans begitu merasa kecewa. Melihat tim kesayangan yang jatuh tertinggal didasar klasemen dan harus menanggung sangsi pengurangan point jika tak bisa membayar gaji hingga akhir pekan ini. Namun disaat tersudut seperti ini kami yakin dan kami paham. Bahwa sesungguhnya fans sejati itu bukan karena kita gembira melihat tim kebanggaan mengangkat trofi melainkan akan selalu perduli dan setia ketika tim sedang dalam keadaan carut marut. Dan kami yakin jiwa kami akan selalu mendukung mereka walaupun mereka harus terlempar dalam serendah-rendahnya kasta. Dan itu adalah tuntutan untuk kami yang harus kami jalankan, karena julukan kami, bukanlah fans karbitan semata.

Parmagiani Indonesia

Post oby :Emenk Merdiansyah on Parmagiani Indonesia

Selasa, 11 November 2014

Air mata si kecil

Si kecil bersedih. Bergumam muram dari raut sendunya. Menangis pilu, menghardik diri dari kesalahan masa lalunya. Ya, dari kesalahan fatal yang dia hadapi ketika masih menjalin status hubungan dengan seseorang yang dikasihinya dulu. Tangisnya menggema keseluruh penjuru nadi. Hingga isaknya menghanyutkan aku dalam empati hidupnya. Aku lemah. Aku pun berduka. Ikut merintih lirih tanda ibaku pada kecil.

Tentang masa lalunya. Cinta yang tak pernah bisa dia lupakan dalam lima bulan terkahir ini. Malam ini tangisnya penuh harap. Penuh rindu kepada sang mantan yang tersayang. Sambil melirik seutas foto yang discrol scrol dalam gadgetnya. Wajahnya lebam, telah habis di koyak koyak oleh tetesan air matanya. Sendu, sungguh sangat sendu. Aku merasakan hal itu.

" sudah tak ada lagi yang bisa buat hidup aku bahagia " selirik kata keputusasaan dari si kecil yang aku petik. Sambil menarik ulurkan nafasnya dari isak tangia yang hebat. Air matanya masih mengucur deras. Tak tahu sudah berapa tisu habis dipakainya.

"Sabar ya ndo.." rayu indah. Sang kakak yang setia menemaninya. Indah hanya dianggap kakak oleh kecil. Sedangkan ibe hanya terpaku dalam diamnya. Sesekali dia melirik tanda simpatik.

Si kecil mengasingkan diri. Keluar dari ruangan tempat aku dan mereka berkumpul. Masih dalam tangisnya. Aku mengejarnya. Bicara padanya, hanya empat mata.

"Aku gak kuat bang emenk" nangisnya makin menjadi. Aku hanya bisa menatap wajahnya. Aku usap pipinya yang sudah basah dengan air mata nya.

"Iya aku paham, biar semua berjalan semestinya. Dan kamu akan memahami semua ini nanti" tukasku padanya. Sambil aku usap kembali air matanya.

Aku memahami si kecil. Bukan karena terlalu cengengnya dia. Hanya karena betapa beratnya si kecil menghargai masalah yang terjadi. Aku harap kamu bisa mengerti dan mengambil pelajaran dari masa lalu kamu kelak nanti.

Peri kecil sedawai mimpi